BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Karya
sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi
setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam sosialnya (A-Ma’ruf,
2012:1). Karya sastra tersebut merupakan sebuah karya yang bermedium bahasa.
Melalui bahasa sastra, penulis tidak hanya mengungkapkan apa yang dikatakan,
akan tetapi juga memperngaruhi sikap pembaca dalam menginterpretasikan suatu
karya sastra.
Stilistika
merupakan bagian dari sebuah sastra yang berkaitan dengan gaya bahasa seperti
yang dinyatakan oleh (Ratna, 2009:3) bahwa stilistika adalah ilmu tentang gaya
bahasa. Senada dengan hal tersebut, Al-Ma’ruf (2012, 25) menyatakan bahwa
stilistika merupakan studi tentang pemanfaatan bentuk dan satuan kebahasaan
dalam karya sastra sebagai media ekspresi sastrawan guna menciptakan efek makna
tertentu dalam mencapai efek estetik.
Analisis
karya sastra dari tinjauan stilistika
sangat menarik untuk dikaji. Aspek yang berkaitan dengan stilistika ini antara
gaya bunyi (fonem), gaya kata (diksi),
gaya kalimat, dan citraan. Dengan melakukan kajian tersebut, maka pembaca akan
mengetahui hal-hal yang unik atau khas dalam karya sastra yang sedang
dianalisis.
Berdasarkan
beberapa hal di atas, maka akan dilakukan kajian stilistika berdasarkan keempat
aspek tersebut untuk mengetahui keunikan/kekhasan bahasa dalam puisi Cinta (untuk Tedjawati) karya Abdul Hadi
WM (1991).
B.
Rumusan
Masalah
Brdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam kajian ini antara lain:
1.
Bagaimana penggunaan gaya bunyi dalam puisi Cinta (untuk Tedjawati) karya Abdul Hadi WM.
2.
Bagaimana penggunaan gaya kata/ diksi dalam puisi Cinta (untuk Tedjawati) karya Abdul Hadi WM.
3.
Bagaimana penggunaan gaya kalimat dalam
puisi Cinta (untuk Tedjawati) karya
Abdul Hadi WM.
4.
Bagaimana penggunaan Citraan dalam puisi
Cinta (untuk Tedjawati) karya Abdul
Hadi WM.
C.
Tujuan.
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam kajian ini adalah:
1.
Memaparkan penggunaan gaya bunyi dalam
puisi Cinta (untuk Tedjawati) karya
Abdul Hadi WM.
2.
Memaparkan penggunaan gaya kata/ diksi dalam puisi Cinta (untuk Tedjawati) karya Abdul Hadi WM.
3.
Memaparkan penggunaan gaya kalimat dalam
puisi Cinta (untuk Tedjawati) karya
Abdul Hadi WM.
4.
Memaparkan penggunaan citraan dalam
puisi Cinta (untuk Tedjawati) karya
Abdul Hadi WM.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Sebelum
melakukan kajian stilistika mengenai puisi, berikut disajikan puisi yang akan
dianalisis. Puisi yang akan dianalisis berjudul Cinta (untuk Tedjawati) karya Abdul Hadi WM (1991).
CINTA
(Untuk
Tedjawati)
Karya
Abdul Hadi WM (1991)
Cinta
serupa dengan laut
Selalu
ia terikat pada arus
Setiap
kali ombaknya bertarung
Seperti
tutur kata dalam hatimu
Sebelum
mendapat bibir yang mengucapkannya
Angin
kencang yang datang dari jiwa
Air
berpusar di gelombang naik
Memukul
hati kita yang telanjang
Dan
menyelimutinya dengan kegelapan
Sebab
keinginan begitu kuat
Untuk
menangkap cahaya
Maka
kesunyian pun pecah
Dan
yang tersembunyi menjelma
Kau
di sampingku
Aku
di ampingmu
Kata-kata
adalah jembatan
Waktu
adalah jembatan
Tapi
yang mempertemukan
Adalah
kalbu yang saling memandang
(Sumber: Antologi Puisi Tuhan Kita
Begitu Dekat karya Abdul Hadi WM tahun 2012)
A.
Aspek-aspek
Stilistika dalam Kajian Puisi “Cinta” (untuk Tedjawati) karya Abdul Hadi WM
Aspek-aspek
stilistika yang dikaji dalam puisi “Cinta” (untuk Tedjawati) karya Abdul Hadi
WM antara lain gaya bunyi, gaya kata, gaya Kalimat, dan Citraan. Masing-masing
akan dipaparkan sebagai berikut:
1.
Gaya
Bunyi
Puisi
“Cinta” (untuk Tedjawati) yang ditulis oleh Abdul Hadi WM (1991) ini terdiri
dari empat bait. Gaya bunyi pada puisi tersebut adalah sebagai berikut:
Pada
Bait I terdiri dari lima baris. Keseluruhannya bait tersebut didomiansi oleh
bunyi vokal /a/. dapat kita lihat pada baris
pertama Cinta serupa dengan laut
didominasi oleh bunyi vokal /a/ yaitu Cinta
dan serupa. Pada baris kedua Selalu
ia terikat pada arus di dominasi pula oleh bunyi vokal /a/ yaitu ia terikat pada arus. Pada baris
ketiga setiap kali ombaknya bertarung
masih didominasi lagi oleh bunyi vokal /a/.
Kata-kata
terakhir pada bait pertama tersebut didominasi oleh vokal /u/. yaitu laut, arus, bertarung, hatimu, dan mengucapkannya. Bunyi vokal /a/ dan
/u/ ini memiliki fungsi tersendiri pada
karya sastra puisi tersebut.
Keunikan
lain nampak pada bait pertama ini, yaitu penggunaan aliterasi atau pengulangan
bunyi konsonan yang sama pada rangkaian kata yang berdekatan, yaitu pada empat
baris terakhir yang meliputi selalu,
setiap, seperti, sebelum. Pada baris tersebut memanfaatkan pengulangan
bunyi konsonan (s).
Pada
bait kedua terdiri dari empat baris yang masih didominasi oleh bunyi vokal /a/.
Baris pertama nampak pada angin kencang
datang dari jiwa. Baris kedua air
berpusar dan gelombang naik. Baris ketiga hati kita yang telanjang serta bait keempat nampak pada dan menyelimutinya dengan kegelapan.
Kata-kata terakhir dalam keseluruhan bait kedua pun didominasi oleh bunyi vokal
/a/. Akan tetapi, pada bait kedua ini
tidak terdapat penggunaan asonansi maupun aliterasi.
Bait
ketiga pada puisi ini terdiri dari empat baris. Keseluruhan kata terakhir
didominasi oleh bunyi vokal /a/. Bait keempat Ada keunikan tersendiri dalam
bait terakhir ini. Yaitu pada baitu pertama dan kedua yang berbunyi:
Kau di
sampingku
Aku di sampingmu
Pada kata pertama diakhiri oleh bunyi
vokal yang sama, yaitu bunyi vokal /u/. Kata kedua sama-sama menggunakan kata di yang diikuti oleh kata sampingku dan sampingmu yang diakhiri bunyi vokal /u/ pula. Selain itu, terdapat
penggunaan larik yang indah pada baris ke tiga dan ke empat yang mengulang kata
jembatan. Yaitu:
Kata-kata adalah
jembatan
Waktu adalah
jembatan
2.
Gaya
Kata (Diksi)
Puisi
“Cinta” (untuk Tedjawati) karya Abdul
Hadi WM (1991) pun memanfaatkan penggunaan kata konotatif di samping kata
konkret. Kata konotatif dalam puisi ini mengandung makna kias. Penggunaan kata
kontatif ini terlihat pada beberapa kalimat sebagai berikut:
Pada
bait pertama baris pertama, Cinta serupa
dengan laut yang mengandung majas simile atau majas perbandingan yang
mengibaratkan bahwa cinta seperti laut yang didalamnya terdapat ombak maupun
badai. Begitu pun dengan cinta yang penuh rintangan dan ujian. Oleh karena itu,
tidak salah bila sang penyair mengibaratkan cinta laksana laut.
Majas
personifikasi dimanfaatkan pada bait pertama baris keketiga, Setiap kali ombaknya bertarung. Pada
bait tersebut penyair mengungkapkan benda mati yang seolah-olah sebagai makhluk
hidup. Yaitu ombaknya bertarung yang
dianggap layaknya manusia yang mampu bertarung.
Bait
kedua pun masih memanfaatkan majas personifikasi, yaitu penggambaran air dan
angin yang mampu memukul manusia. Penggunaan majas tersebut mengandung efek
makna estetis. Adapaun kata abstrak yang dapat ditemui pada baris bait kedua
yaitu jiwa. Penyair tidak
mneyatakannya secara konkrit. Pada baris terakhir bait kedua ini menggamabarkan
suasana sunyi seperti di kegelapan malam. Dan
menyelimutinya dengan kegelapan.
Majas
metafora pun dimanfaatkan dalam puisi ini pada bait keempat yaitu kata-kata adalah jembatan dan waktu adalah jembatan. Dalam kalimat
tersebut terdapat kata kata-kata yang
dianlogikan seperti jembatan dan waktu yang dianalogikan seperti jembatan.
Pada
bait keempat baris terakhir adalah kalbu
yang saling memandang yang merupakan perlambangan sebuah cinta yaitu
seperti kalbu atau hati. Penggunaan
bahasa konotatif ini bertujuan untuk memberi makna estetis tertentu untuk
memperindah kosa kata.
3.
Gaya
Kalimat
Kepadatan
kalimat dengan gaya implisit terdapat dalam puisi “Cinta” untuk Tedjawati karya Abdul Hadi WM.
Bait
pertama:
/
cinta (itu) serupa dengan laut /
Pemadatan
kalimat pada baris tersebut dapat membuat kalimat menjadi lebih ringkas dan
efektif. Selain itu, hal tersebut dapat menggambarkan cinta yang diibaratkan
seperti lautan. Kalimat tersebut mampu menciptakan suasana hati yang tengah
merasakan pahit manis cinta. Suasana tersebut hanya mampu dirasakan oleh
seseorang yang tengah merasakan cinta atau tengah jatuh cinta.
Bait
kedua:
/
dan menyelimuti (hati) dengan kegelapan/
Pemadatan
kalimat dengan mengimplisitkan bagian tertentu dalam kalimat tersebut pun dapat membuat kalimat menjadi lebih ringkas
dan efektif. Suasana hati yang sendu pun nampak dalam kalimat tersebut.
Bait
ketiga:
/
sebab keinginan (akan cinta) begitu kuat /
/
untuk menangkap cahaya (dalam kegelapan) /
Dengan
mengimplisitkan bagian tertentu, kalimat dalam puisi pada bait ketiga pun akan
menjadi efektif dan ringkas. Suasana yang menggambarkan keinginan untuk
mendapatkan cinta di dalam kesunyian pun tersirat dalam kaliat tersebut.
Kondisi atau suasana demikian hanya mampu dirasakan oleh seseorang yang tengah
mencari cinta sejatinya.
Bait
ke empat:
/
kau (duduk) di sampingku /
/
aku (pun) (duduk) di sampingmu /
/
tapi yang mempertemukan (aku dan kau) /
Bait
ke empat dalam puisi tersebut pun terdapat pemadatan kalimat yang
diimpilisitkan yang menggambarkan kedekatan antara laki-laki dan perempuan yang
sebenarnya telah saling mengenal satu sama lain akan tetapi keduanya masih
sama-sama menunggu kata cinta yang nantinya akan mempertemukan mereka berdua.
4.
Citraan
Citraan
atau pengimajian selalu digunakan dalam setiap puisi. Begitu pun dalam puisi “Cinta” untuk Tedjawati karya Abdul Hadi
WM (1991) ini. Citraan banyak digunakan dalam puisi tersebut, antara lain
Citraan Pendengaran, Citraan penglihatan, Citraan Perabaan. Citraan tersebut
dipaparkan sebagai berikut:
Seperti tutur kata
dalam hatimu (bait pertama, baris
keempat) mengandung citraan pendengaran. Yang nampak dari acuan atau referent frasa tutur kata yang berfungsi untuk membangkitkan imaji pembaca agar
seolah-olah mendengarkan tutur kata yang terucap.
Sebelum mendapat bibir yang
mengucapkannya (bait pertama. Baris kelima) mengandung
citraan pendengaran. Hal tersebut nampak dari acuan kata mengucapkannya. Citraan tersebut memberi imaji kepada pembaca agar
seolah-olah mendengarkan ucapan cinta yang terlontar dari bibir.
Air berpusar dan gelombang naik
(Bait ke dua, baris ke dua) mengandung citraan visual/ penglihatan. Citraan
tersebut memberi imaji kepada pembaca agar mampu melihat keadaan laut yang
airnya selalu berpusar bersama gelombang air laut yang naik. Citraan
penglihatan pun nampak dalam bait ketiga baris pertama dan kedua, yaitu Kau di sampingku (baris pertama) dan Aku
di sampingmu (baris kedua).
Selain
citraan pendengaran dan penglihatan, ada pula citraan perabaan. Citraan
perabaan nampak dalam bait ketiga secara kesuluruhan, yaitu:
Sebab keinginan begitu kuat
Untuk menangkap cahaya
Maka kesunyian pun pecah
Dan yang tersembunyi menjelma
Citraan tersebut berfungsi untuk memberi
imaji kepada pembaca agar seolah olah mampu merasakan keinginan yang kuat,
mampu menangkap cahaya dalam kegelapan, merasakan kesunyian yang pecah dan
tersembunyi. Citraan ini melibatkan sentuhan perasaan secara penuh dalam diri
pembaca.
Adalah
kalbu yang saling memandang (bait keempat, baris
terakhir) pun mengandung citraan perabaan. Citraan tersebut memberi imaji
kepada pembaca agar merasakan cinta yang tumbuh di dalam hati.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan dalam bab II tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat
keunikan atau kekhasan dalam puisi Cinta
(untuk Tedjawati) karya Abdul Hadi WM (1991) yaitu: gaya bunyi dalam puisi
tersebut didominasi oleh bunyi vokal /a/. selain itu terdapat aliterasi atau
pengulangan bunyi konsonan yang sama pada bait pertama (selalu, setiap, seperti, sebelum). Puisi tersebut mengandung majas
personifikasi, metafora, dan simile yang mampu membangkitkan imajinasi pembaca.
Citraan dalam puisi tersebut antara lain citraan pendengaran, penglihatan,
perabaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Ma’ruf. 2012. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika bahasa.
Surakarta: Cakra Books.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra,
dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
WM, Abdul Hadi.
2012. Antologi Puisi: Tuhan, Kita Begitu
Dekat: Depok: PT. Komodo Books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar