Sabtu, 15 Agustus 2015

RANCANGAN INSTRUMEN UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN MENULIS TEKS ANEKDOT


RANCANGAN INSTRUMEN
UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN MENULIS TEKS ANEKDOT

A.      Kajian Teori
Ketrampilan berbahasa memiliki empat komponen, yaitu: ketrampilan menyimak (listening skill), ketrampilan berbicara (speaking skill), ketrampilan membaca (reading skill), dan ketrampilan menulis (writing skill) (Nida dalam Tarigan, 1986:1). Keempat ketrampilan tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Setiap ketrampilan itu berhubungan dengan proses-proses yang mendasari bahasa.
Kemampuan berpikir seseorang dapat dilihat dari kemampuannya dalam menguasai sebuah bahasa. Ketrampilan berbahasa ini hanya dapat diperoleh melalui praktik dan latihan secara rutin. Dengan demikian seseorang akan semakin terampil dalam berbahasa sehingga semakin jelas pula pola berpikirnya.
Menulis dalam kaitannya dengan ketrampilan bahasa yang lain merupakan sebuah ketrampilan yang disampaikan dalam wujud bahasa tulis. Artinya, komunikasi terjadi secara tidak langsung atau bersemuka. Namun demikian, ketrampilan menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif seperti halnya ketrampilan berbicara. Kegiatan menulis mengharuskan seorang penulis untuk memanfaatkan struktur bahasa, kosa kata, tata bahasa, serta ejaan.
Menulis dimaksudkan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtuk, ekspresif, enak dibaca, dan bisa dipahami oleh orang lain (Marwoto, 1985:12).
Pendapat lain dikemukakan oleh DePorter dan Hernacki (2003:1) yang menyatakan bahwa menulis merupakan aktifitas otak kanan (emosional) dan aktifitas otak kiri (logika) keduanya memiliki peran dalam ketrampilan menulis.
Tidak sesederhana kedua pendapat di atas, Tarigan (1986:21) menyatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut.
Marwoto (1985:12) menguraikan tiga syarat dalam ketrampilan menulis yang juga berlaku untuk ketrmpilan wicara, yakni: (1) kita harus kaya akan ide, ilmu pengetahuan, pengalaman hidup; (2) kita harus memiliki intuisi yang tajam dan jiwa yang arif;  (3) kita harus memiliki kekayaan berbahasa.
Pertama,  harus kaya akan ide, ilmu pengetahuan, pengalaman hidup. Sebab, kekayaan tersebutlah bahan dan modal pokok penulisan. Kekayaan itu bisa dicapai dengan membina secara intensif ketrampilan membaca, ketrampilan menyimak, ketrampilan merekam, mengolah, dan merespon berbagai masukan, ide, pengalaman hidup, dan ilmu pengetahuan yang siap kita tuangkan. Bisa merupakan pemerolehan kita dari pihak lain, bisa pula murni dari kita sendiri (jauh lebih ternilai). Proses kreatif menciptakan ide dan ilmu pengetahuan itu bisa dirangsang melalui kekayaan masukan yang kita terima dari pihak luar.
Kedua, di samping memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dan luas serta pengalaman hidup yang kaya, kita harus memiliki intuisi yang tajam dan jiwa yang arif. Intuisi yang tajam berguna untuk menangkap berbagai fenomena kehidupan secara sensitive, jeli, dan tepat, sedang jiwa yang arif akan memberikan nilai dan kemampuan menyeleksi atas hal-hal yang pantas dimiliki dan dilakukan atau tidak. Kearifan membuat sesuatu punya nilai humaniora dan religiusitas. Ketajaman suatu intuisi dan kearifan jiwa ini harus dibentuk melalui pendidikan agama, budi pekerti, kesenian, dan pengalamannya.
Ketiga, kita harus memiliki kekayaan berbahasa, betapapun, faktor bahasa tetap merupakan faktor dominan dan modal prima dalam dunia tulis menulis. Apalah artinya kedalaman dan keluasan ilmu pengetahuan, ide-ide yang cemerlang dan pengalaman hidup yang kaya raya, jika tidak diimbangi dengan kekayaan bahasa.
Adelstein dan Pival (dalam Tarigan, 1986:29) menggambarkan berbagai macam tulisan berdasarkan nada. Salah satunya tulisan bernada akrab. Tulisan bernada akrab ini membuahkan tulisan pribadi (personal writing). Tulisan pribadi atau personal writing merupakan suatu bentuk tulisan yang memberikan sesuatu yang paling menyenangkan dalam penjelajahan diri pribadi sang penulis (Tarigan, 1986:30).
Tulisan pribadi lebih menyenangkan dibandingkan jenis tulisan lain. Hal ini diperkuat dengan pernyataan D’Angelo dalam Tarigan (1986:31) yang menyatakan bahwa tulisan pribadi memberikan suatu kesempatan mempelajari diri kita sendiri., mempertajam persepsi-persepsi atau pun daya tanggap terhadap diri kita sendiri serta lebih banyak mengenai diri kita sendiri, maka kita akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan di dalamnya.
Tarigan (1986:32) menyatakan tulisan pribadi hendaklah: (1) hidup dan bersemangat; (2) lincah dan cemerlang; (3) menarik, memikat, dan memukau; (4) menyegarkan.
Selanjutnya, tulisan pribadi ini sudah barang tentu dapat pula: (1) bersifat ramah; (2) berapi-api penuh semangat; (3) riang gembira; (4) penuh dengan kegiatan dan keriaan percakapan; (5) tetapi tanpa banyak pengulangan, penyimpangan, serta tanpa “wah”! “aduh”, dan “anda tahu? (D’Angelo dalam Tarigan, 1986:32).
Dari sekian banyak cirri yang dikemukakan, ada dua cirri lain yang perlu diperinci lagi, yaitu kewajaran (naturalness) dan keterusterangan (honesty).
Kewajaran, Sebenarnya yang membuat suatu tulisan mudah dan wajar adalah “spontanitas” yang dimiliki sang penulis.oleh karena itu, kewajaran mungkin tidak datang dengan sendirinya, jika ingin mendatangkan kewajaran itu maka harus ada keinginan pada diri kita untuk menulis secara efektif, secara tepat guna, dan untuk mencapai hal itu justru dalam tulisan kita sendiri (Tarigan, 1986:33). Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Adelstein dan Pival dalam Tarigan (1986:33) yang menyatakan bahwa tulisan pribadi akan memberi kesempatan kepada kita untuk menggarap suatu subyek yang akan menarik hati kita, dan justru kitalah yang paling berwenang menulis hal itu, selain itu tulisan pribadi akan memberi kesempatan kepada kita untuk mempelajari berbagai hal mengenal diri kita sendiri pada saat menyelidiki hal-hal yang belum pernah terpikirkan sepenuhnya sebelum itu.
Keterusterangan menuntut kita membuang jauh-jauh segala rasa cemas mengenai hal-hal yang disetujui oleh para pembaca yang akan mengejutkan mereka, dan rasa kasihan dan penyesalan mereka kepada diri kita, ataupun kemungkinan para pembaca menertawakan serta mencibir kita (Tarigan, 1986:34). Keterusterangan dan kejujuran mendorong kita agar sungguh-sungguh berani, berkarya, percaya, ingin mengemukakan yang sebenarnya mengenai diri kita sendiri. Itulah kualitas yang paling penting dari tulisan pribadi (Adelstein dan Pival dalam Tarigan, 1986:34). 
Dari keakraban lahirlah tulisan pribadi yang dapat diklasifikasikan dari berbagai segi. Berdasarkan bentuknya, tulisan pribadi dapat digolongkan atas:
(1)   Buku catatan harian; jurnal (journal)
(2)   Cerita yang bersifat otobiografis (autobiographical narrative)
(3)   Lelucon yang bersifat otobiografis (autobiographical anecdote)
(4)   Esei pribadi (personal essai).

Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu jenis tulisan pribadi adalah teks anekdot.  Teks anekdot tersebut dalam memunculkan gelak tawa dan mengurangi ketegangan, salah satu cara untuk menimbulkan gelak tawa ini adalah lelucon (Tarigan, 1986:43). Selain mengandung lelucon, teks anekdot biasanya mengandung sindiran yang ditujukkan untuk orang lain. Teks anekdot biasanya berisi mengenai kisah-kisah orang terkenal dan berdasarkan kejadian yang sesungguhnya. Akan tetapi, ada pandangan lain bahwa teks anekdot tidak hanya menceritakan orang yang terkenal saja dan tidak jarang merupakan kisah rekaan.
Teks anekdot mengisahkan peristiwa-peristiwa yang menjengkelkan atau hal-hal konyol bagi seseorang yang mengalaminya. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan krisis yang ditanggapi sebuah reaksi dari pertentangan antara rasa nyaman, tidak nyaman; puas, frustasi; tercapai dan gagal. Unsur lelucon dalam teks anekdot dapat memunculkan gelak tawa sehingga dapat mengurangi ketegangan pembacanya.
Tarigan (1986:43) menyatakan bahwa maksud mempergunakan suatu lelucon sebagai suatu pendahuluan adalah untuk mengalihkan perhatian pembaca kepada pokok pembicaraan tersebut. unsur lelucon memang dapat digunakan secara efektif baik di awal, tengah, atau akhir sebuah tulisan untuk mengembangkan suatu peristiwa. Namun, terkadang seorang penulis meletakkan lelucon di akhir tulisannya untuk  mencapai efek makna tertentu yang tidak meungkin dicapai dengan pernyataan akhir yang kurang dramatik.
Seperti halnya dengan jenis teks yang lain, teks anekdot pun memiliki struktur yang jelas. Struktur tersebut meliputi: Abstraksi, Orientasi, Krisis, Reaksi, serta Koda.
Tes kemampuan menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan ketrampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca (Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, 2009:248). Agar siswa dapat memperlihatkan ketrampilannya dalam menulis, perlu disiapkan tes yang baik pula. Masalah dalam penilaian harus diperhatikan dengan baik untuk memperendah kadar subyektivitas pada saat melakukakan penilaian. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bagaimana cara memilih teknik penilaian yang memungkinkan penilai untuk memperkceil kadar subyektifitas tersebut.
Tes kemampuan menulis yang paling sering diberikan kepada peserta didik adalah dengan menyediakan tema atau sejumlah tema, dan ada kalanya sudah berupa judul-judul yang harus dipilih salah satu di antaranya (Nurgiyantoro, 2011:437). Penyediaan tema membebaskan peserta didik untuk membuat judul karangannya sepanjang mencerminkan tema yang dimaksud. Jenis karangan yang digunakan dapat berupa fiksi maupun non fiksi. Penyediaan tema yang lebih dari satu akan semakin memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih tema yang menarik atau yang paling dikuasai.
Penilaian terhadap hasil karangan peserta didik sebaiknya juga menggunakan rubric penilaian yang menyangkut komponen isi dan gaya bahasa masing-masing dengan sub komponennya (Nurgiyantoro, 2011:439). Penilaian dapat dikembangkan sendiri dengan memberi bobot secara proporsional terhadap tiap komponen-komponen itu dalam mendukung eksistensi sebuah karangan. Artinya, komponen yang lebih penting diberi skor lebih tinggi dibandingkan dengan komponen yang kurang penting. Penilai dapat memberikan skala 1-100 pada setiap komponen.
Nurgiyantoro (2011:440) menyebutkan bahwa komponen yang dimaksud antara lain: (1) isi gagasan yang dikemukakan, (2) organisasi isi, (3) tata bahasa, (4) gaya: pilihan struktur dan kosakata,, (5) Ejaan dan tata tulis.

B.       Definisi Konseptual
Kemampuan menulis teks anekdot adalah kemampuan seseorang mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalamannya dalam bahasa tulis dengan memunculkan unsur kelucuan serta sindiran secara runtut sesuai dengan pola struktur anekdot yaitu abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, koda.


C.      Definisi Operasional
Kemampuan menulis teks anekdot adalah kemampuan seseorang mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalamannya dalam bahasa tuli dengan memunculkan unsur kelucuan serta sindiran secara runtut sesuai dengan pola struktur anekdot yaitu abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, koda yang dapat diukur dengan tes melalui: (1) kemampuan mengungkapkan  isi gagasan, (2) kemampuan mengorganisasikan isi, (3) kemampuan menggunakan tata bahasa, (4) kemampuan memilih gaya, yaitu pilihan struktur dan kosakata, (5) kemampuan menggunaakan ejaan dan tata tulis. Skala 1-100 diberikan dalam pembobotan penilaian tiap komponennya.

D.      Dimensi dan Indikator
Berdasarkan kajian teori, definisi konseptual, dan definisi operasional di atas, maka dimensi dan indikator-indikator yang terkait dengan kemampuan menulis teks anekdot  sebagai berikut:
1.      Isi gagasan yang dikemukakan;
2.      Organisasi isi;
3.      Tata bahasa
4.      Gaya: pilihan struktur dan kosakata;
5.      Ejaan dan tata tulis.

E.       Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan menulis teks anekdot dalam rancangan ini berupa penilaian produk. Siswa menghasilkan produk yang berupa tulisan anekdot dengan tema “Lingkungan Sekolah”.

F.       Kisi-Kisi Instrumen Variabel Kemampuan Menulis Teks Anekdot

Dimensi
Indikator
Rentangan Skor
Skor
Isi gagasan yang dikemukakan
kemampuan mengungkapkan  isi gagasan.

13-30

Organisiasi isi
kemampuan mengorganisasikan isi
7-20

Tata bahasa
Kemampuan menggunakan tata bahasa
5-25

Gaya: pilihan struktur dan kosakata
kemampuan memilih gaya, yaitu  pilihan struktur dan kosakata
7-15

Ejaan dan tata tulis
Kemampuan menggunakan ejaan dan tata tulis
3-10

Jumlah


G.      Instrumen Kemampuan Menulis Teks Anekdot
Tes Kemampuan Menulis Teks Anekdot

Petunjuk Umum Mengerjakan Tes
1.      Tes ini bertujuan untuk mengetahui seberapa baik kemampuan menulis teks anekdot kalian
2.      Buatlah tulisan anekdot dengan tema “Lingkungan Sekolah”!
3.      Panjang tulisan minimal 1 halaman buku (300-500 kata).
4.      Kumpulkan data dari berbagai sumber yang ada di sekitar kalian!
5.      Susunlah kerangka karangan yang akan ditulis dalam sebuah teks secara utuh!
6.      Kembangkan kerangka karangan yang telah kalian susun menjadi teks/paragraf yang padu berdasarkan struktur teks anekdot!
7.        Penulisan dinilai berdasarkan: (1) isi gagasan yang dikemukakan, (2) organisasi isi, (3) tata bahasa, (4) Gaya: pilihan struktur dan kosakata, (5) ejaan dan tata tulis.

*Selamat Mengerjakan*




DAFTAR PUSTAKA

Bobbi DePorter and Mike Hernacki. 2003. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Marwoto, dkk. 1985. Komposisi Praktis. Yogyakarta: PT. Hanindita.
Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: BPFE.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar