RANCANGAN INSTRUMEN
UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN MENULIS TEKS
ANEKDOT
A.
Kajian
Teori
Ketrampilan
berbahasa memiliki empat komponen, yaitu: ketrampilan menyimak (listening skill), ketrampilan berbicara
(speaking skill), ketrampilan membaca
(reading skill), dan ketrampilan
menulis (writing skill) (Nida dalam
Tarigan, 1986:1). Keempat ketrampilan tersebut memiliki hubungan yang sangat
erat. Setiap ketrampilan itu berhubungan dengan proses-proses yang mendasari
bahasa.
Kemampuan
berpikir seseorang dapat dilihat dari kemampuannya dalam menguasai sebuah
bahasa. Ketrampilan berbahasa ini hanya dapat diperoleh melalui praktik dan
latihan secara rutin. Dengan demikian seseorang akan semakin terampil dalam
berbahasa sehingga semakin jelas pula pola berpikirnya.
Menulis
dalam kaitannya dengan ketrampilan bahasa yang lain merupakan sebuah
ketrampilan yang disampaikan dalam wujud bahasa tulis. Artinya, komunikasi
terjadi secara tidak langsung atau bersemuka. Namun demikian, ketrampilan
menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif seperti halnya
ketrampilan berbicara. Kegiatan menulis mengharuskan seorang penulis untuk
memanfaatkan struktur bahasa, kosa kata, tata bahasa, serta ejaan.
Menulis
dimaksudkan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran,
pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang
jelas, runtuk, ekspresif, enak dibaca, dan bisa dipahami oleh orang lain
(Marwoto, 1985:12).
Pendapat
lain dikemukakan oleh DePorter dan Hernacki (2003:1) yang menyatakan bahwa
menulis merupakan aktifitas otak kanan (emosional) dan aktifitas otak kiri
(logika) keduanya memiliki peran dalam ketrampilan menulis.
Tidak
sesederhana kedua pendapat di atas, Tarigan (1986:21) menyatakan bahwa menulis
ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan
suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran
grafik tersebut.
Marwoto
(1985:12) menguraikan tiga syarat dalam ketrampilan menulis yang juga berlaku
untuk ketrmpilan wicara, yakni: (1) kita harus kaya akan ide, ilmu pengetahuan,
pengalaman hidup; (2) kita harus memiliki intuisi yang tajam dan jiwa yang
arif; (3) kita harus memiliki kekayaan
berbahasa.
Pertama, harus kaya akan ide, ilmu pengetahuan,
pengalaman hidup. Sebab, kekayaan tersebutlah bahan dan modal pokok penulisan.
Kekayaan itu bisa dicapai dengan membina secara intensif ketrampilan membaca,
ketrampilan menyimak, ketrampilan merekam, mengolah, dan merespon berbagai
masukan, ide, pengalaman hidup, dan ilmu pengetahuan yang siap kita tuangkan.
Bisa merupakan pemerolehan kita dari pihak lain, bisa pula murni dari kita
sendiri (jauh lebih ternilai). Proses kreatif menciptakan ide dan ilmu pengetahuan
itu bisa dirangsang melalui kekayaan masukan yang kita terima dari pihak luar.
Kedua, di
samping memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dan luas serta pengalaman hidup
yang kaya, kita harus memiliki intuisi yang tajam dan jiwa yang arif. Intuisi
yang tajam berguna untuk menangkap berbagai fenomena kehidupan secara
sensitive, jeli, dan tepat, sedang jiwa yang arif akan memberikan nilai dan
kemampuan menyeleksi atas hal-hal yang pantas dimiliki dan dilakukan atau
tidak. Kearifan membuat sesuatu punya nilai humaniora dan religiusitas.
Ketajaman suatu intuisi dan kearifan jiwa ini harus dibentuk melalui pendidikan
agama, budi pekerti, kesenian, dan pengalamannya.
Ketiga, kita
harus memiliki kekayaan berbahasa, betapapun, faktor bahasa tetap merupakan
faktor dominan dan modal prima dalam dunia tulis menulis. Apalah artinya
kedalaman dan keluasan ilmu pengetahuan, ide-ide yang cemerlang dan pengalaman
hidup yang kaya raya, jika tidak diimbangi dengan kekayaan bahasa.
Adelstein
dan Pival (dalam Tarigan, 1986:29) menggambarkan berbagai macam tulisan
berdasarkan nada. Salah satunya
tulisan bernada akrab. Tulisan bernada akrab ini membuahkan tulisan pribadi (personal writing). Tulisan pribadi atau
personal writing merupakan suatu
bentuk tulisan yang memberikan sesuatu yang paling menyenangkan dalam
penjelajahan diri pribadi sang penulis (Tarigan, 1986:30).
Tulisan
pribadi lebih menyenangkan dibandingkan jenis tulisan lain. Hal ini diperkuat
dengan pernyataan D’Angelo dalam Tarigan (1986:31) yang menyatakan bahwa
tulisan pribadi memberikan suatu kesempatan mempelajari diri kita sendiri.,
mempertajam persepsi-persepsi atau pun daya tanggap terhadap diri kita sendiri
serta lebih banyak mengenai diri kita sendiri, maka kita akan mendapatkan
kesenangan dan kepuasan di dalamnya.
Tarigan
(1986:32) menyatakan tulisan pribadi hendaklah: (1) hidup dan bersemangat; (2)
lincah dan cemerlang; (3) menarik, memikat, dan memukau; (4) menyegarkan.
Selanjutnya,
tulisan pribadi ini sudah barang tentu dapat pula: (1) bersifat ramah; (2)
berapi-api penuh semangat; (3) riang gembira; (4) penuh dengan kegiatan dan
keriaan percakapan; (5) tetapi tanpa banyak pengulangan, penyimpangan, serta
tanpa “wah”! “aduh”, dan “anda tahu? (D’Angelo dalam Tarigan, 1986:32).
Dari
sekian banyak cirri yang dikemukakan, ada dua cirri lain yang perlu diperinci
lagi, yaitu kewajaran (naturalness) dan
keterusterangan (honesty).
Kewajaran,
Sebenarnya yang membuat suatu tulisan mudah dan wajar adalah “spontanitas” yang
dimiliki sang penulis.oleh karena itu, kewajaran mungkin tidak datang dengan
sendirinya, jika ingin mendatangkan kewajaran itu maka harus ada keinginan pada
diri kita untuk menulis secara efektif, secara tepat guna, dan untuk mencapai
hal itu justru dalam tulisan kita sendiri (Tarigan, 1986:33). Hal tersebut
diperkuat dengan pendapat Adelstein dan Pival dalam Tarigan (1986:33) yang
menyatakan bahwa tulisan pribadi akan memberi kesempatan kepada kita untuk
menggarap suatu subyek yang akan menarik hati kita, dan justru kitalah yang
paling berwenang menulis hal itu, selain itu tulisan pribadi akan memberi
kesempatan kepada kita untuk mempelajari berbagai hal mengenal diri kita sendiri
pada saat menyelidiki hal-hal yang belum pernah terpikirkan sepenuhnya sebelum
itu.
Keterusterangan
menuntut kita membuang jauh-jauh segala rasa cemas mengenai hal-hal yang
disetujui oleh para pembaca yang akan mengejutkan mereka, dan rasa kasihan dan
penyesalan mereka kepada diri kita, ataupun kemungkinan para pembaca
menertawakan serta mencibir kita (Tarigan, 1986:34). Keterusterangan dan
kejujuran mendorong kita agar sungguh-sungguh berani, berkarya, percaya, ingin
mengemukakan yang sebenarnya mengenai diri kita sendiri. Itulah kualitas yang
paling penting dari tulisan pribadi (Adelstein dan Pival dalam Tarigan,
1986:34).
Dari
keakraban lahirlah tulisan pribadi yang dapat diklasifikasikan dari berbagai
segi. Berdasarkan bentuknya, tulisan
pribadi dapat digolongkan atas:
(1) Buku
catatan harian; jurnal (journal)
(2) Cerita
yang bersifat otobiografis (autobiographical
narrative)
(3) Lelucon
yang bersifat otobiografis (autobiographical
anecdote)
(4) Esei
pribadi (personal essai).
Seperti
yang telah dijelaskan di atas, salah satu jenis tulisan pribadi adalah teks
anekdot. Teks anekdot tersebut dalam
memunculkan gelak tawa dan mengurangi ketegangan, salah satu cara untuk
menimbulkan gelak tawa ini adalah lelucon (Tarigan, 1986:43). Selain mengandung
lelucon, teks anekdot biasanya mengandung sindiran yang ditujukkan untuk orang
lain. Teks anekdot biasanya berisi mengenai kisah-kisah orang terkenal dan
berdasarkan kejadian yang sesungguhnya. Akan tetapi, ada pandangan lain bahwa
teks anekdot tidak hanya menceritakan orang yang terkenal saja dan tidak jarang
merupakan kisah rekaan.
Teks
anekdot mengisahkan peristiwa-peristiwa yang menjengkelkan atau hal-hal konyol
bagi seseorang yang mengalaminya. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan krisis
yang ditanggapi sebuah reaksi dari pertentangan antara rasa nyaman, tidak
nyaman; puas, frustasi; tercapai dan gagal. Unsur lelucon dalam teks anekdot
dapat memunculkan gelak tawa sehingga dapat mengurangi ketegangan pembacanya.
Tarigan
(1986:43) menyatakan bahwa maksud mempergunakan suatu lelucon sebagai suatu
pendahuluan adalah untuk mengalihkan perhatian pembaca kepada pokok pembicaraan
tersebut. unsur lelucon memang dapat digunakan secara efektif baik di awal,
tengah, atau akhir sebuah tulisan untuk mengembangkan suatu peristiwa. Namun,
terkadang seorang penulis meletakkan lelucon di akhir tulisannya untuk mencapai efek makna tertentu yang tidak
meungkin dicapai dengan pernyataan akhir yang kurang dramatik.
Seperti
halnya dengan jenis teks yang lain, teks anekdot pun memiliki struktur yang
jelas. Struktur tersebut meliputi: Abstraksi, Orientasi, Krisis, Reaksi, serta
Koda.
Tes
kemampuan menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan ketrampilan
berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan
mendengarkan, berbicara, dan membaca (Iskandarwassid dan Dadang Sunendar,
2009:248). Agar siswa dapat memperlihatkan ketrampilannya dalam menulis, perlu
disiapkan tes yang baik pula. Masalah dalam penilaian harus diperhatikan dengan
baik untuk memperendah kadar subyektivitas pada saat melakukakan penilaian.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan bagaimana cara memilih teknik penilaian yang
memungkinkan penilai untuk memperkceil kadar subyektifitas tersebut.
Tes
kemampuan menulis yang paling sering diberikan kepada peserta didik adalah
dengan menyediakan tema atau sejumlah tema, dan ada kalanya sudah berupa
judul-judul yang harus dipilih salah satu di antaranya (Nurgiyantoro,
2011:437). Penyediaan tema membebaskan peserta didik untuk membuat judul
karangannya sepanjang mencerminkan tema yang dimaksud. Jenis karangan yang
digunakan dapat berupa fiksi maupun non fiksi. Penyediaan tema yang lebih dari
satu akan semakin memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih tema
yang menarik atau yang paling dikuasai.
Penilaian
terhadap hasil karangan peserta didik sebaiknya juga menggunakan rubric
penilaian yang menyangkut komponen isi dan gaya bahasa masing-masing dengan sub
komponennya (Nurgiyantoro, 2011:439). Penilaian dapat dikembangkan sendiri
dengan memberi bobot secara proporsional terhadap tiap komponen-komponen itu
dalam mendukung eksistensi sebuah karangan. Artinya, komponen yang lebih
penting diberi skor lebih tinggi dibandingkan dengan komponen yang kurang
penting. Penilai dapat memberikan skala 1-100 pada setiap komponen.
Nurgiyantoro
(2011:440) menyebutkan bahwa komponen yang dimaksud antara lain: (1) isi
gagasan yang dikemukakan, (2) organisasi isi, (3) tata bahasa, (4) gaya:
pilihan struktur dan kosakata,, (5) Ejaan dan tata tulis.
B.
Definisi
Konseptual
Kemampuan
menulis teks anekdot adalah kemampuan seseorang mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan,
ilmu dan pengalaman-pengalamannya dalam bahasa tulis dengan memunculkan unsur
kelucuan serta sindiran secara runtut sesuai dengan pola struktur anekdot yaitu
abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, koda.
C.
Definisi
Operasional
Kemampuan
menulis teks anekdot adalah kemampuan seseorang mengungkapkan ide, pikiran,
pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalamannya dalam bahasa tuli dengan
memunculkan unsur kelucuan serta sindiran secara runtut sesuai dengan pola
struktur anekdot yaitu abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, koda yang dapat
diukur dengan tes melalui: (1) kemampuan mengungkapkan isi gagasan, (2) kemampuan mengorganisasikan
isi, (3) kemampuan menggunakan tata bahasa, (4) kemampuan memilih gaya, yaitu pilihan
struktur dan kosakata, (5) kemampuan menggunaakan ejaan dan tata tulis. Skala
1-100 diberikan dalam pembobotan penilaian tiap komponennya.
D.
Dimensi
dan Indikator
Berdasarkan
kajian teori, definisi konseptual, dan definisi operasional di atas, maka
dimensi dan indikator-indikator yang terkait dengan kemampuan menulis teks
anekdot sebagai berikut:
1. Isi
gagasan yang dikemukakan;
2. Organisasi
isi;
3. Tata
bahasa
4. Gaya:
pilihan struktur dan kosakata;
5. Ejaan
dan tata tulis.
E.
Jenis
Instrumen
Instrumen
yang digunakan untuk mengukur kemampuan menulis teks anekdot dalam rancangan
ini berupa penilaian produk. Siswa menghasilkan produk yang berupa tulisan
anekdot dengan tema “Lingkungan Sekolah”.
F.
Kisi-Kisi
Instrumen Variabel Kemampuan Menulis Teks Anekdot
Dimensi
|
Indikator
|
Rentangan Skor
|
Skor
|
Isi
gagasan yang dikemukakan
|
kemampuan
mengungkapkan isi gagasan.
|
13-30
|
|
Organisiasi
isi
|
kemampuan
mengorganisasikan isi
|
7-20
|
|
Tata
bahasa
|
Kemampuan
menggunakan tata bahasa
|
5-25
|
|
Gaya:
pilihan struktur dan kosakata
|
kemampuan
memilih gaya, yaitu pilihan struktur
dan kosakata
|
7-15
|
|
Ejaan
dan tata tulis
|
Kemampuan
menggunakan ejaan dan tata tulis
|
3-10
|
|
Jumlah
|
|
G.
Instrumen
Kemampuan Menulis Teks Anekdot
Tes
Kemampuan Menulis Teks Anekdot
Petunjuk
Umum Mengerjakan Tes
1. Tes
ini bertujuan untuk mengetahui seberapa baik kemampuan menulis teks anekdot
kalian
2. Buatlah
tulisan anekdot dengan tema “Lingkungan Sekolah”!
3. Panjang
tulisan minimal 1 halaman buku (300-500 kata).
4. Kumpulkan
data dari berbagai sumber yang ada di sekitar kalian!
5.
Susunlah kerangka karangan yang akan ditulis dalam sebuah teks
secara utuh!
6.
Kembangkan
kerangka karangan yang telah kalian susun menjadi teks/paragraf yang padu
berdasarkan struktur teks anekdot!
7.
Penulisan dinilai berdasarkan: (1) isi gagasan yang
dikemukakan, (2) organisasi isi, (3) tata bahasa, (4) Gaya: pilihan struktur
dan kosakata, (5) ejaan dan tata tulis.
*Selamat
Mengerjakan*
DAFTAR
PUSTAKA
Bobbi
DePorter and Mike Hernacki. 2003. Quantum
Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.
Iskandarwassid dan Dadang
Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran
Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Marwoto, dkk. 1985. Komposisi
Praktis. Yogyakarta: PT. Hanindita.
Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Pembelajaran Bahasa.
Yogyakarta: BPFE.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar