A.
Judul
Kepribadian Tokoh Hujan
dalam Novel Pesan Cinta dari Hujan Karya
Erni Aladjai: Kajian Psikoanalisis
B.
Latar
Belakang
Ciri
khas manusia adalah hasratnya yang ingin tahu setelah ia memperoleh
pengetahuan, timbul hasrat ingin lebih tahu lagi. Begitu seterusnya, manusia
tidak pernah puas dengan apa yang diketahuinya (Satoto, 2012:1). Sifat ingin
tahu itu telah dapat disaksikan sejak manusia masih kanak-kanak. (Sangidu,
2004:1). Begitupun dalam dunia sastra, pertanyaan mengenai seluk beluk sastra
dan karya sastra akan muncul dalam benak peneliti.
Karya
sastra adalah suatu karya kreatif yang dihasilkan berdasarkan olah pikir pengarang
secara interpretatif. Sebagai karya imajinatif, karya sastra bisa
memperlihatkan tokoh-tokoh yang mewakili perilaku manusia yang beragam.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Semi (1988: 8) sastra adalah suatu
bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan
kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Fungsi
utama karya sastra itu sendiri adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan
manusia sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan
(Ratna, 2011: 75). Dalam hubungan inilah diperlukan genre yang berbeda, dalam hubungan ini pula diperlukan teori yang
berbeda untuk memahaminya. Salah satu genre
sastra adalah novel yang merupakan hasil proses kreatif yang diinterpretasikan
oleh pengarang. Novel berbeda dengan cerpen karena bentuknya yang panjang
sehingga novel tidak dapat mewarisi kesatuan yang padat yang dimiliki oleh
cerpen (Stanton, 2007: 90).
Novel
dapat dikatakan lebih mudah sekaligus lebih sulit dibaca jika dibandingkan
dengan cerpen. Dikatakan lebih mudah karena novel novel tidak dibebani
tanggungjawab untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk padat
dan dikatakan lebih sulit karena novel ditulis dalam skala besar sehingga
mengandung satuan-satuan organisasi yang lebih luas ketimbang cerpen (Stanton,
2007: 90). Fisik novel yang panjang akan mengurangi kepekaan pembaca terhadap
bagian-bagian kecil dari alur cerita. Agar novel lebih mudah dipahami, perlu
dibuat semacam daftar yang menampung setiap peristiwa pada tiap bab (Stanton,
2007: 90).
Sejalan
dengan beberapa pandangan mengenai novel di atas, Esten memiliki pandangan
tersendiri mengenai novel. Menurutnya, novel merupakan pengungkapan dari
fragmen kehidupan manusia yang terjadi konflik-konflik yang akhirnya
menyebabkan perubahan jalan hidup antar pelakunya (Esten, 2978: 12). Permasalahan yang sering diangkat oleh
pengarang dalam karya-karyanya biasanya berangkat dari permasalahan kejiwaan
(Psikologi). Hal tersebut dikarenakan dalam kajian psikologi mengkaji tentang
perilaku tokoh-tokoh dalam novel yang dihasilkan. Kajian psikologi tersebut,
memiliki cabang kajian berupa Psikoanalisis.
Psikoanalisa
adalah wilayah kajian psikologi sastra. Model kajian ini pertama kali
dimunculkan oleh Sigmund Freud (Milner dalam Endraswara, 2013: 101) seorang
dokumenter termuda dari Wina. Psikoanalisa ditemukan oleh freud pada tahun
1980-an. Teori-teori Freud dianggap memberikan prioritas pada masalah seksual,
walauapun Freud adalah seorang dokter yang selalu berpikir secara ilmiah namun
dunia sastra tidak asing baginya karena semasa mudanya ia memperoleh pendidikan
sastra dan menelaahnya secara serius (Minderop, 2010: 11).
Dalam
kajian psikologi sastra, akan berusaha mengungkap psikoanalisa kepribadian yang
dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu: id, ego, dan¸ super ego (Endraswara,
2013: 101). Ketiga sistem kepribadian
ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas, dan tingkah laku
manusia yang tak lain merupakan produk interaksi ketiganya (Endraswara, 2013:
101)
Dalam
kaitannya dengan hal tersebut di atas, kondisi serupa juga diungkapkan oleh
Erni Aladjai dalam novelnya yang berjudul Pesan
Cinta dari Hujan yang mengisahkan tentang seorang anak perempuan bernama
Hujan yang tinggal di Pulau Lipulalongo
yang terletak di Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah. Sebuah pulau
terpencil dengan budaya patrilineal dan sinkritisme yang kental. Sejak kecil
Hujan menyaksikan dan merasakan kekasaran ayahnya terhadap ibunya, adiknya dan
dirinya. Hal itu membuat Hujan lebih dekat dengan sahabatnya yang bernama Hasna
yang menderita Kusta dan hidup sebatang kara.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka peneliti akan menggunakan kajian psikoanalisis untuk
mengungkap kepribadian tokoh utama dalam novel Pesan Cinta dari Hujan karya Erni Aladjai. Akan tetapi, sebelum
melakukan kajian yang lebih mendalam mengenai kajian tersebut, terlebih dahulu
akan diungkap struktur novelnya terlebih dahulu.
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Bagaiamana struktur novel Pesan Cinta dari Hujan karya Erni
Aladjai?
2.
Bagaiamana kepribadian tokoh Hujan dalam
novel Pesan Cinta dari Hujan karya
Erni Aladjai?
D.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk memaparkan struktur novel Pesan Cinta dari Hujan karya Erni
Aladjai.
2.
Untuk memaparkan kepribadian tokoh Hujan
dalam novel Pesan Cinta dari Hujan karya
Erni Aladjai.
E.
Kajian
Teori dan Pustaka
Kajian
teori yang menjadi dasar pemikiran penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Novel
Novel
mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit,
hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa
ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetil (Stanton, 2007:
90). Cirri khas novel ada pada kemampuannya untuk menciptakan satu semesta yang
lengkap sekaligus rumit, ini berarti novel dikatakan lebih mudah sekaligus
lebih sulit dibaca dibandingkan cerpen. Dikatakan lebih mudah karena novel
tidak dibebani tanggung jawab untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau
dengan bentuk padat dan dikatakn lebih sulit karena novel dituliskan dalam
skala besar sehingga mengandung satuan-satuan organisasi yang lebih luas
dibandingkan cerpen (Stanton, 2007: 90).
Stanton
(2007: 91) meyatakan bahwa pada umumnya, setelah menyelesaikan sebuah novel,
seorang pembaca hanya mengingat seglintir hal saja (alur cerita yang samar atau
berbagai peristiwa menarik pada episode-episode teretentu). Istilah episode
dalam fiksi hampir mirip dengan adegan dalam drama. Pergeseran dari episode ke
episode lain bisa ditandai oleh pergeseran waktu, tempat, atau
karakter-karakter. Episode yang individual biasanya tidak terlalu sulit dibahas
karena kita tidak perlu kembali ke bab berikutnya.
Stanton
(2007: 92) menyatakan bahwa tipe-tipe episode yang umum dikenal adalah
“naratif” atau “ringkasan” dan “scenic” atau
“dramatis”. Episode naratif bercerita pada kita bahwa sesuatu telah terjadi.
Dalam episode ini, adegan menunjukkan
peristiwa yang sedang terjadi sebagian besar melalui perantara dialog. Tipe
selanjunya terdiri atas naratif dan adegan dalam intensitas yang bergantian,
selain itu juga terdapat episode yang dikenal dengan istilah analitis atau
mediatif yang rekaannya merenungkan karakter lain atau peristiwa yang telah berlalu. Oleh karena itu, agar pembaca dapat memahami
isi novel dengan baik, maka perlu membuat catatan-catatan kecil per bab.
2. Teori
Struktural
Abrams
(dalam Wahyuningtyas dan Santosa, 2011: 1) mengatakan ada empat pendekatan
terhadap karya sastra, yaitu pendekatan mimetic, pendekatan pragmatik,
pendekatan ekspresif, dan pendekatan objektif. Teori struktural termasuk dalam
pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menganggap bahwa karya sastra
sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri, menganggap bahwa karya sastra berifat
otonom, terlepas dari alam sekitarnya, baik bagi pembaca bahkan pengarangnya
sendiri (Wahyuningtyas dan Santosa, 2011: 1). Sebelum menerapkan analisis lain
yang lebih mendalam, prioritas pertama yang harus dilakukan adalah menerapkan
analisis strukturalisme terlebih dahulu karena tanpa adanya analisis struktural
tersebut, kebulatan makna dalam karya sastra tidak dapat diungkap.
Stanton
(Wahyuningtyas dan Santosa, 2011: 2) membedakan unsur pembangun sebuah novel ke
dalam tiga bagian yaitu, fakta, tema, dan sarana sastra. dalam sebuah cerita,
fakta meliputi karakter (tokoh), plot
dan setting. Ketiga unsur tersebut
harus dipandang sebagai satu kesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita, bukan
sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah antara satu dengan yang
lainnya.
Unusr-unsur
pembentuk novel yang utama menurut Wahyuningtyas dan Santosa (2011: 2) meliputi
tema, tokoh, alur (plot) dan latar (setting).
a. Tema
Wahyuningtyas
dan Santosa (2011: 2) menyatakan bahwa tema berasal dari kata tithnai (bahasa Yunani) yang berarti
menempatkan, meletakkan. Jadi, arti kata “tema” berarti sesuatu yang telah
diuraikan atau segala sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah
ditempatkan (Keraf dalam Wahyuningtas, 2011: 2).
Senada dengan
pendapat di atas, Stanton dan Kenny (dalam Wahyuningtyas dan Santosa, 2011: 2)
menyatakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sedangkan
tema menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Wahyuningtyas dan Santoso, 2011: 2)
merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantic dan yang menyangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
Jadi, secara
umum tema dapat diartikan sebagai ssebuah gagasan umum yang terkandung dalam karya
sastra.
b. Tokoh
Tokoh merujuk
pada orang sebagai pelaku cerita (Wahyungtyas dan Santosa, 2011: 3). Abrams
dalam Wahyuningtyas dan Santosa (2011: 3) memaparkan bahwa tokoh cerita adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh dalam
cerita fiksi dibagi menjadi:
a) Tokoh
Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama menurut Wahyuningtyas
dan Santosa (2011: 3) merupakan tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
prosa yang bersangkutan. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak
sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk
mendukung tokoh utama.
b) Tokoh
Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonist menurut
Wahyuningtyas dan Santosa (2011: 3) adalah tokoh yang memegang peranan pimpinan
dalam cerita, tokoh ini ialah tokoh yang menampilkan sesuatu sesuai dengan
pandangan kita, harapan-harapan kita, dan merupakan pengejawantahan
norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Adapaun tokoh antagonis adalah
penentang dari tokoh protagonist sehingga menyebabkan konflik dan ketengangan
(Wahyuningtyas dan Santosa, 2011: 4).
Altenbernd dan
Lewis (2011: 4) menyatakan bahwa teknik penggambaran tokoh antara lain sebagai
berikut:
(a) Secara
analitik, pelukisan tokoh cerita melalui deskripsi dan penjelasan secara
langung.
(b) Secara
dramatik, pengarang tidak langsung mendeskripsikan sifat, sikap, dan tingkah
laku tokoh
c. Alur
Stanton dalam
Wahyuningtyas dan Santosa (2011: 5) menyatakan bahwa plot atau alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun
tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan dengan peristiwa yang lain.
Tasrif dalam
Wahyuningtyas dan Santosa (2011: 5) membedakan tahapan plot menjadi lima bagian, yaitu:
a) Tahap
Situation (Penyituasian), tahap ini
berisi perlukisan dan pengenalan situas (latar) dan tokoh cerita.
b) Tahap
Generating Circumtances (Pemunculan
Konflik), tahap ini berisi masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang
menyulut terjadinya konflik yang mulai dimunculkan.
c) Tahap
Rising Action (Peningkatan Konflik),
tahap ini berarti konflik yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.
d) Tahap
Climax (Klimaks), tahap ini berisi
konflik atau pertentangan yang terjadi pada tokoh cerita ketika mencapai titik
puncak.
e) Tahap
Denouement (Penyesuaian), tahap ini
berisi penyesuaian dari konflik yang sedang terjadi.
d. Latar
(setting)
Abrmas dalam
Wahyuningtyas dan Santosa (2011: 7) menyatakan bahwa latar adalah landas tumpu,
penyaran pada pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat erjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Nurgiyantoro
dalam Wahyuningtyas dan Santosa (2011: 7) membedakan latar dibagi menjadi tiga
unsur pokok, yaitu:
a) Latar
tempat (menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya
sastra, seperti: desa, sungai, jalan, hutan, dan lain-lain).
b) Latar
Waktu (menyaran pada ‘kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya sastra misalnya tahun, musim, hari, san jam).
c) Latar
sosial (menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra, misalnya kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan lain-lain).
e. Sudut
Pandang (Pusat Pengisahan/ Point of View)
Sudut pandang
atau pusat pengisahan merupakan titik pandang dari sudut pandang dari sudut
mana cerita itu dikisahkan (Nurgiyantoro dalam Wahyuningtyas dan Santosa, 2011:
8).
3. Psikologi
dan Psikologi Sastra
Psikologi adalah
suatu disiplin ilmu mengenai kejiwaan. Psikologi merupakan ilmu yang bediri
sendiri, tidak bergabung dengan ilmu-ilmu lain, akan tetapi psikologi dipandang
sebagai ilmu yang sama sekali terlepas dari ilmu-ilmu lainnya (Wahyuningtyas
dan Santosa, 2011: 8). Psikologi berkaitan dengan ilmu sastra (humaniora).
Wellek dan Warren (dalam Wahyuningtyas dan Santosa, 2011: 8) mengatakan bahwa
psikologi dalam sastra terdapat empat kategori. Yaitu: (1) studi psikologi
pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi; (2) studi hukum-hukum psikologi
yang diterapkan dalam karya sastra; (3) proses kreatif; serta (4) pengarang dan
latar belakang pengarangnya mempelajari dampak sastra terhadap pembaca atau
psikologi karya sastra.
Psikologi sastra
adalah kajian yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan (Endraswara,
2013: 96). Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya,
pun dengan pembaca dalam menanggapi karya juga tak lepas dari kejiwaan
masing-masing bahkan sebagaimana sosiologi refleksi, psikologi sastra pun
mengenal sastra sebagai sebagai pantulan jiwa (Endraswara, 2013: 96).
Penelitian
psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra karena adanya
beberapa kelebihan seperti: pertama, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji
lebih mendalam aspek perwatakan; kedua, dengan pendekatan ini dapat memberi
umpan balik kepada peneliti tentang perwatakan yang dikembangkan; dan terakhir,
penelitian semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang
kental dengan masalah-masalah psikologis (Endraswara dalam Minderop, 2010: 2) .
4. Psikologi
Kepribadian
Abdul Aziz
Ahyadi (dalam Wahyuningtyas dan Santosa, 2011: 13) mengatakan bahwa istilah
kepribadian digunakan untuk pengertian yang ditujukan pada individu atau
peorangan.
Gordes W. Alport
(dalam Wahyuningtyas dan Santosa, 2011: 13-14) dalam Psikologi Agama memberikan definisi kepribadian sebagai berikut:
Personality
is the dynamic organization within the individual of those psycophysical system
that determine his unique adjustment to his environment.
“Kepribadian
ialah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang
menentukan penyelesaian dirinya yang unik terhadap lingkungan”.
Pakar lain,
Hilgard (dalam Minderop, 2011: 4) menyatakan bahwa kepribadian menurut
psikologi bisa mengacu pada karakteristik perilaku dan pola pikir yang
menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan. Kepribadian dibentuk oleh
potensi sejak lahir yang dimodifikasi oleh pengalaman budaya dan pengalaman
unik yang mempengaruhi seseorang sebagai individu. Pendekatan teoretis untuk
memahami psikologi kepribadian yang mencakup kualitas nalar, psikoanalisis,
pendidikan sosial, dan teori-teori humanistik.
Menurut
pandangan eksperimental, kajian kepribadian merupakan suatu proses yang harus
dipahami dengan mempelajari peristiwa yang haus dipahami dengan mempelajari
peristiwa yang mempengaruhi perilaku seseorang melalui kontribusi peristiwa
tersebut terhadap keprbadian si individu (Krech dalam Minderop, 2010: 7). Menurut pandangan sosial, kajian kepribadian
dalam kaitannya dengan konteks sosial dan perkembangan kehidupan harus dipahami
melalui kontribusi model dan peran kebudayaan serta kebudayaan itu sendiri (Krech, dalam Minderop, 2010: 7).
Psikologi
kepribadian adalah psikologi yang mempelajari kepribadian manusia dengan objek
penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia (Minderop,
2010: 8). Minderop (2010: 8) menyatakan bahwa sasaran pertama psikologi
kepribadian adalah memperoleh informasi mengenai tingkah laku manusia. Karya
sastra, sejarah, dan agama bisa memberikan informasi yang berharga mengenai
tingkah lau manusia (Koswara dalam Minderop, 2010: 8). Sasaran kedua, psikologi
kepribadian mendorong individu agar dapat hidup secara utuh dan mampu
memuaskan, sasaran ketiga adalah agar individu mampu mengembangkan segenap
potensi yang dimilikinya secara optimal melalui perubahan lingkungan
psikologis.
Fungsi psikologi
kepribadian adalah fungsi deskriptif (menguraikan) dan mengorganisasi tingkah
laku manusia atau kejadian-kejadian yang dialami individu secara sistematis
(Minderop, 2010: 8). Fungsi kedua ialah fungsi prediktif, ilmu yang harus mampu
meramalkan tingkah laku, kejadian, atau akibat yang belum muncul dari diri
individu (Minderop, 2010: 8).
5. Teori
Kepribadian Psikoanalisis
Psikoanalisis
oleh Freud sekitar tahun 1980-an. Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang
dimulai sekitar tahun 1990-an oleh Sigmund Freud, teori ini behubungan dengan
fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari
psikologi yang memberikan kontribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia
selama ini (Brenner dalam Minderop, 2010: 11).
Dalam kajian
psikologi sastra, akan berusaha mengungkap psikoanalisa kepribadian yang
dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu id, ego, dan super ego (Endraswara,
2013: 1010). Id (das es) adalah
sistem kepribadian manusia yang paling dasar (Endraswara, 2013: 101). Dalam
pandangan Atmaja dalam Endraswara (2013: 101) menyatakan bahwa id merupakan acuan penting untuk memaami
mengapa seniman/ sastrawan menjadi kreatif. Melalui id pula sastrawan mampu menciptakan simbol-simbol tertentu dalam
karyanya. Id merupakan aspek
kepribadian yang “gelap” dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan
nafsu yang tak kenal nilai yang berupa “energy buta” (Endraswara, 2013: 101).
Dalam
perkembangnnya kemudian tumbuh ego
yang perilakunya didasarkan atas prinsip kenyataan, sementara super ego berkembang mengontrol
dorongan-doraongan “buta” id tersebut (Endraswara, 2013: 101).
Dapat disimpulkan bahwa ego (das ich) adalah
sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia obyek
dari kenyataan, dan menjalan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan
(Endraswara, 2013: 101). Ego adalah
kepribadian implementatif, yaitu berupa kontak dengan dunia luar, sementara super ego (das ueber ich) adalah sistem
kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan yang bersifat evaluatif
(menyangkut baik buruk) (Endraswara, 2013: 101).
F.
Metode
Penelitian
1. Data
dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini unsur penokohan yang
tercermin dalam kepribadian tokoh,
terutama tokoh Hujan sebagai tokoh utama dalam novel yang akan diteliti.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel
Pesan Cinta dari Hujan karya Erni Aladjai yang diterbitkan oleh
INSISTPress Yogyakarta pada bulan Oktober 2010. Setebal 272 Halaman. Sedangkan
sumber data sekundernya adalah berupa laporan penelitian sastra baik skripsi,
tesis, disertasi, maupun jurnal penelitian sastra.
2. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik studi pustaka. Data yang digunakan adalah berupa
data-data tertulis yang sesuai dengan objek formal penelitian. Setelah data terkumpul, kemudian peneliti
membaca secara keseluruhan, memahami, dan mengidentifikasi novel Pesan Cinta dari Hujan utamanya mengenai
aspek id, ego, dan super ego tokoh Hujan sebagai tokoh
utama.
3. Teknik
Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini teknik purposive sampling atau quota
sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel secara tidak acak
beradasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan objek formal
penelitian yang digunakan.
4. Teknik
Triangulasi
Dalam teknik ini, peneliti melakukan
pengumpulan data dari data yang sama. Data-data yang telah diperoleh kemudian
dicek ulang pada sumber data yang lain. Dalam triangulasi metode, peneliti
membandingkan data dengan data yang lain yang relevan.
5. Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data yang dalam
penelitian ini adalah dengan metode deskriptif analisis. Analisis data
dilakukan dengan cara mendeskripsikan data yang telah diperoleh secara apa
adanya tanpa mengartikannya dengan angka-angka. Penekanan analisis data dalam
penelitian ini adalah pada pemahaman dan penghayatan atas hubungan antar konsep
yang dkaji secara empiris. Setelah itu, peneliti mengkaji data dengan kajian
psikoanalisis yang berkaitan dengan kondisi psikologi tokoh Hujan sebagai tokoh
utama dengan melakukan tinjauan yang berkaitan dengan id, ego, dan super ego.
G.
Daftar
Pustaka
Endraswara,
Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian
Sastra: Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CAPS.
Esten,
Mursal. 1978. Kesusastraan Pengantar
Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa Bandung.
Minderop,
Albertine. 2010. Psikologi sastra: Karya
Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan
Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sangidu.
2004. Penelitian Sastra: Pendekatan,
Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia
Barat.
Satoto,
Soediro. 2012. Metode Penelitian Sastra.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Semi,
M Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang:
Sridharma.
Wahyuningtyas,
Sri dan Wijaya Heru Santosa. 2011. Sastra:
Teori dan Implementasi. Surakarta: Yuma Pustaka.
LAMPIRAN
Sinopsis Novel Pesan Cinta dari Hujan karya Erni Aladjai
Novel
Pesan Cinta dari Hujan karya Erni
Anjani mengisahkan tentang seorang anak perempuan bernama Hujan yang berasal
dari Pulau Lipulalongo. Nama aslinya adalah Erni. Ibunya memberi nama Erni
karena ia adalah penggemar penyanyi lawas: Erni Johan. Namanya diganti menjadi
Hujan ketika usianya delapan tahun, lantaran sang ibu kesal karena setiap kali
disuruh keluar rumah untuk bermain bersama anak tetangga selalu tidak mau.
Gadis itu lebih memilih menghabiskan waktu bersama setumpuk buku bacaan di sudut jendela. Ibunya khawatir
jika ia beranjak dewasa nanti, ia tidak bisa bergaul dengan teman-temannya.
Ibunya selalu mengingatkan agar Hujan bermain di luar rumah. Suatu ketika,
Hujan menuruti apa kata ibunya. Ia keluar rumah dan bermaindengan teman
sebayanya namun tidak beberapa lama kemudian, ia pulang dengan wajah sedih
karena diejek dan jadi bahan tertawaan teman sepermainannya. Ibunya tidak
pernah lelah mengingatkan Hujan agar ia bermain di luar di rumah. Akan tetapi,
Hujan tetap memilih untuk berada di dalam rumah berteman buku dan hujan. Musim
hujan adalah musim semi di hatinya. Ia sangat menyukai hujan. Baginya, hujan
adalah penyelamat hidup. Oleh sebab itu, ibunya mengganti nama Erni menjadi
Hujan.
Sejak
kecil Hujan sudah menyaksikan ayah dan ibunya yang bertengkar hebat. Persoalan
sepele seperti the yang diseduh ibunya tidak manis pasti ayahnya selalu marah
dan membanting gelas ke lantai sambil mengeluarkan kata-kata kasar. Hujan
menyaksikan pertengkaran orangtuanya tersebut dari balik tirai jendela kamar. Ia
menahan tangisnya jika ia tidak ingin ayahnya memukulnya. Sejak Hujan masih di
dalam kandungan, ayahnya sudah berlaku kasar pada ibunya. Ketika Hujan berumur
satu tahun, pertengkaran kedua orangtuanya semakin sengit. Jika sudah marah,
ayahnya selalu menampar dan mendendang ibunya.
Ibu
Hujan tersebut bernama Mia. Ia adalah seorang ibu dengan tiga orang anak. Bagi
Mia, suaminya adalah orang yang sangat aneh karena di depan orang-orang,
suaminaya selalu menjadi manusia yang benar-benar baik, suka menolong tanpa
pamrih dan pendiam. Namun, jika di rumah justru suaminya terlihat kejam dan
kasar. Saat Mia mengandung Hujan pun,
tak jarang perutnya ditendang. sejak Hujan menginjak masa anak-anak, Mia mulai
melihat wajah Hujan seperti wajah ayahnya. Hidung, bibir, mata, semua milik
suaminya, Hasar.
Hasar
(ayah Hujan) tak hanya kasar terhadap istrinya, bahkan kepada anaknya. Saat
Hujan mengikuti teman-temannya ke pinggir pantai, ayahnya pun menyusul dengan
membawa kayu bakar, sepanjang perjalanan betis Hujan di pukul dengan kayu bakar
tersebut. sejak itu, Hujan tidak punya teman bermain, ia menciptakan dunianya
sendiri melalui buku-buku walaupun di dalam hatinya ia ingin seperti anak-anak
yang lain yang bebas bermain. Hujan hanya keluar rumah saat menjual ikan atau
ke sekolah.
Saat
Hujan duduk di bangku SMP, ia berharap ayahnya tidak kasar lagi terhadap
dirinya. Akan tetapi, justru kekasaran Hasar semakin menjadi-jadi. Ia bahkan
melarang Hujan untuk belajar kelompok bersama teman-temannya, apalgi jika ada
laki-lakinya. Pasti ayahnya semakin marah. Hujan iri dengan teman-temannya yang
memiliki kebebasan bermain. Di sekolah, ia memiliki teman yang bernama Hasna.
Hasna adalah anak yatim piatu yang hidup seorang diri di pulau Lipulalongo.
Setiap hari ia mencari kerang remis di lumpur rawa-rawa sehingga kulitnya
kudisan dan penuh panu. Hasna adalah satu-satunya sahabat terbaik Hujan. Saat
pulang sekolah, Hujan sering mencuri-curi waktu untuk bermain di rumah panggung
Hasna. Hujan kini seperti Mia, memiliki tempat pelarian jika ia muak dengan
kekasaran ayahnya ia selalu ke rumah Hasna. Sedangkan ibunya selalu ke rumah
janda penjahit serbet yang rumahnya tak pernah terbuka. Hujan dan Hasna sering
bermain ke pulau Kokungan. Mereka berkemah di pulau tersebut. Hasna menulis di
pohon dengan pisau, ia menulis “H cinta H”.
Setiap
hari, Hujan selalu mengukur tinggi badannya. Ia ingin cepat-cepat beranjak
dewasa dan merantau ke kota agar terhindar dari kekejaman ayahnya. Akan tetapi,
Hujan merasa khawatir jika seusai lulus SMP nanti ia disuruh menikah sama seperti
gadis-gadis Lipulalongo. Setelah tamat SMP, ternyata ayahnya menyekolahkan
Hujan ke kota Makasar. Hujan senang bukan main. Waktu yang ditunggu pun
akhirnya tiba, seluruh keluarganya termasuk Hasna mengantarkan Hujan berangkat
ke dermaga. Ia akan naik kapal sampai ke kota Makasar. Ayahnya hanya mengantar
Hujan sampai ke kabupaten. Di Makasar nanti, ia akan dijemput oleh sepupunya
yang bernama Supandi, yang merupakan mahasiswa. Sesampainya di pelabuhan
Soekarno Hatta kota Makasar, Hujan pun bertemu dengan sepupunya tersebut. Bagi
Hujan, sepupunya lebih cocok jadi preman daripada jadi mahasiswa. Beberapa hari
di kos Supandi, Hujan diperlakukan dengan sangat baik. Supandi tidur di tikar
sedangkan Hujan tidur di ranjang. Akan tetapi, pada suatu malam sepupunya itu
tidur di samping Hujan. Hujan ketakutan dan tidak tidur semalaman sambil
berjaga menggenggam pisau.
Keesokan
harinya, Hujan kabur dari kos terkutuk itu. Ia meminta bantuan teman-temannya
untuk mencarikan kos. Hujan pun lebih mandiri, karena ia sekolah sambil bekerja
di rental VCD. Saat liburan sekolah, Hujan pun pulang ke kampung halamannya. Ia
membawa oleh-oleh yang sangat banyak, Hasar pun marah karena mengira uang yang
dia kirim dipakai untuk membeli oleh-oleh. Akan tetapi, Hujan bilang kalau oleh-oleh
itu dibeli dengan uangnya sendiri hasil dari bekerja di rental VCD. mendengar
pengakuan Hujan, Hasar kembali marah. Karena tidak terima, Hujan akhirnya
mengaku kalau sepupunya yang dibangga-banggakan oleh ayahnya tersebut nyaris
memperkosanya. Hasar terdiam dan tak melanjutkan kemarahannya. Setiap kali
Hujan, ia selalu menyempatkan untuk menemui Hasna. Mereka berkemah di pulau
Kokungan. Ia juga mengunjungi neneknya dan menginap di sana walaupun ayahnya
pasti akan memarahinya.
Setelah
liburan usai, Hujan akan kembali ke kota. Kondisi keluarganya justru semakin
parah, Hijria berkata kepada Hasna bahwa ia akan menikah dengan Abudanti
seorang laki-laki pemabuk dan pengangguran. Padahal, saat itu usia Hijria baru
12 tahun. ia memutuskan untuk menikah karena ia berpikir bahwa jika ia menikah
mungkin ayahnya tidak akan kasar lagi. Berita pernikahan Hijria pun sampai ke
telinga Hujan, ia tiak habis pikir kenapa adiknya memutuskan untuk menikah di
usia sangat dini. Rumah tangga Hijria tak lebih baik dari ayah dan ibunya,
karena ipar dan ibu mertuanya sangat jahat dengan Hijria. Bahkan ketika Hijria
dan suaminya tinggal sendiri di rumah pun mereka tetap mencampuri rumah tangga
Hijria. suaminya juga kerap berlaku kasar. Akhirnya ia memutuskan untuk
bercerai. Sedangkan Hasna sendiri, kini mengajar anak-anak yang tidak sekolah
di rumahnya. Sebelum Hujan kembali kota, Hujan pun mengajari anak-anak untuk
membaca dan menulis latin di rumah Hasna. Awalnya memang susah, karena tidak
ada yang mau belajar akan tetapi, setelah diberi iming-iming permen mereka mau
belajar membaca dan menulis.
Panu
dan kudis yang diderita Hasna pun tak kunjung, justru semakin parah. Hingga
akhirnya, anak-anak yang dulunya belajar di rumah Hasna dilarang oleh
orangtuanya agar tidak kesana lagi karena tubuh Hasna mulai mengeluarkan aroma
busuk. Pada akhirnya, Hasna diasingkan ke pulau Pedal. Sebuah pulau
pengasingan. Hujan sangat sedih mendengar berita tersebut. saat ia pulang ke
kampung halaman, ia pun segera menyusul Hasna ke pulau Pedal. ia sangat sedih
karena tidak bisa memeluk tubuh Hasna. Ibunya sering menanyakan keadaan Hasna
setelah Hujan menjenguk Hasna.
Pada
saat musim barat tiba, badai mengahantam pulau pedal. Mereka saling berusaha
melindungi. Di tengah-tengah tragedy tersebut, Hasna berkata jujur bahwa
sebenarnya ia memiliki rahasia besar yang sedari dulu dirahasiakan dari Hujan.
Ia mencintai Hujan. Pun dengan Hujan, Hujan ternyata juga mencintai Hasna.
Sebuah rasa yang tidak wajar, karena mereka adalah sesame perempuan dan tidak seharusnya
mereka saling mencintai sebagai layaknya sepasang kekasih. Sebelum mereka
terhantam badai, Hasna bertanya apakah badai besar itu wujud dari kemurkaaan
Tuhan karena mereka saling mencintai. Namun, Hujan berkata bahwa itu hanya
gejala alam. Bukan sebuah kutukan. Mereka pun tewas diterpa badai.
Di
pulau Lipulalongo, Hasar dan Mia dibuat bingung bukan kepalang karena Hujan
tidak pulang. Mia memiliki firasat bahwa Hujan sedang dalam keadaann bahaya.
Mereka dan warga pun mencari Hujan di pulau Pedal namun Hujan dan Hasna sudah
tidak ada di sana. Seketika itu, Hasar sangat menyesal karena ia kehilangan
Hujan, anak yang sering ia maki-maki dan ia pukul dengan kayu bakar. Sejak
kejadian itu, Hasar pun tidak lagi berbuat kasar dan kejam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar